Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, akhirnya menyampaikan secara resmi pengunduran dirinya dari tampuk kepemimpinan eksekutif Ibu Kota, melalui rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.
Pengunduran diri itu dilakukan, karena mantan Wali Kota Solo Jawa Tengah tersebut ditetapkan sebagai Presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Juli 2014 lalu.
"Sehubungan dengan ditetapkannya Presiden terpilih, sebagaimana keputusan KPU pada 20 Juli dan untuk mempersiapkan pelantikan Presiden pada 20 Oktober yang akan datang, maka saya menyatakan mengudurkan diri dan berhenti dari jabatan Gubernur DKI Jakarta," ujar Jokowi, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis 2 September 2014.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga meminta kepada DPRD DKI, agar segera meindaklanjuti pengunduruan dirinya tersebut. "Berkanaan dengan hal itu, dalam rangka efektivitas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, saya mohon kepada dewan untuk menindaklanjuti permohonan ini," pinta Jokowi.
Menanggapi permintaan tersebut, Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi menyatakan kesediaannya menindaklanjuti, dengan terlebih dulu akan menggelar rapat Paripurna DPRD DKI untuk mendengarkan pandangan-pandangan fraksi.
"Untuk menanggapi permohonan Gubernur Ir. Joko Widodo, kami akan menggelar paripurna guna mendengarkan pandangan fraksi, pada hari Senin nanti, 6 Oktober 2014," tutur Pras, sebelum menutup rapat.
Sempat tertunda
Meski rapat paripurna tersebut terbilang berjalan lancar dan singkat, namun proses pengundurun diri Jokowi yang akan menjadi orang nomor satu di negeri ini, ternyata harus melalui perjalanan yang cukup panjang.
Sebab, pelantikan dan pengambilan sumpah lima anggota DPRD yang sudah disepakati menjabat pimpinan yakni Prasetyo Edi Marsudi (Ketua), Mohammad Taufik (Wakil Ketua), Triwisaksana (Wakil Ketua), Abraham Lunggana (Wakil Ketua), serta Ferrial Sofyan (Wakil Ketua) sempat tertunda lantaran belum diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pengangkatan para pimpinan itu.
Padahal, agenda pembahasan hingga paripurna pembacaan pengunduran diri Jokowi baru bisa digelar, bilamana DPRD DKI memiliki pimpinan definitif.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Dodi Riyadmadji, mengatakan terlambatnya pelantikan tersebut, karena surat yang berisi nama lima pimpinan DPRD terpilih, serta naskah tata tertib dewan baru dikirim pada Senin kemarin. Terlambat lima hari dari waktu yang sebelumnya direncanakan, yaitu pada Rabu 17 September 2014, atau sehari usai pengumuman nama pimpinan itu.
"Suratnya sudah kita kerjakan kemarin, Senin, tanggal 22 September," ujar Dodi, saat dihubungi melalui telepon, Selasa, 23 September 2014.
Menurut Dodi, usai diterimanya surat itu Kemendagri harus melakukan serangkaian prosedur yang biasanya memakan waktu hingga 12 hari hingga dikeluarkannya SK oleh Mendagri.
"Suratnya harus dipelajari terlebih dahulu oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Sekretaris Direktorat Otonomi Daerah, Biro Hukum, Sekretaris Jenderal Kemendagri, baru ke menteri. Setelah itu, dikeluarkan SK, baru kembali ke Sekretaris Ditjen untuk dibuat salinan," ujar Dodi.
Tak berhenti di situ, proses pengunduran diri Jokowi juga sempat menegang ketika Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, M. Taufik mengaku pihaknya secara kelembagaan belum menerima surat pengunduran diri Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo dari jabatan gubernur.
"Jokowi belum kirim surat, saya sebagai salah satu pimpinan dewan belum terima surat itu," kata Taufik, saat dihubungi VIVAnews, Senin 29 September 2014.
Karena belum ada surat masuk, lanjut Taufik, pihaknya belum mengagendakan rapat untuk membahas pengunduran diri Presiden terpilih tersebut, sebelum dilantik pada 20 Oktober mendatang. "Bagaimana mau dibahas, surat saja belum ada," tuturnya.
Program unggulan Jokowi - Ahok
Diawal pemerintahannya, Jokowi yang terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta didampingi Basuki Tjahaja Purnama mengutarakan sejumlah program unggulan selama kepemimpinnya.
Di antaranya, penuntasan Banjir Kanal Timur (BKT) yang meliputi pembebasan lahan serta pembangunan jalan dan saluran pengaman sejajar aliran sungai. Normalisasi sungai dan drainase, pembebasan lahan untuk Kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan Kali Sunter, serta pembersihan sampah.
Sedangkan dari aspek pembangunan, Jokowi memprioritaskan penataan pembangunan situ, waduk, dan tanggul pengaman pantai, seperti pembangunan embung, pembebasan lahan untuk pembangunan waduk, dan pembangunan tanggul pengaman di Pantai Utara Jakarta.
Guna mengatasi kemacetan yang menjadi problem klasik di Jakarta, Jokowi juga mencanangkan pembangunan flyover (FO) dan underpass (UP), antara lain membangun FO Guntur – Cik Ditiro, FO Kuningan Sisi Selatan, FO Mangga Dua, UP Jl. RA. Kartini, UP Industri, UP Permata Hijau, dan UP Cendrawasih – Sultan Iskandar Muda, serta Inventarisasi dan Pembebasan Lahan untuk akses terowongan di Jalan Kembang Kereb, Jakarta Barat.
Selain itu, Jokowi memiliki program optimalisasi, perluasan dan penambahan jaringan jalan dan missing link seperti pelebaran jalan arteri, inventarisasi, dan pembebasan tanah untuk Jalan Tembus, serta pembangunan Jalan Layang Kapten Tendean – Blok M – Ciledug. Kemudian, pembangunan Terminal Bus Pulogebang.
“Ada juga untuk peningkatan pengelolaan bus Transjakarta, seperti untuk pengadaan armada bus, pembangunan koridor baru, sterilisasi jalur, dan pembebasan lahan untuk pelebaran jalan pada koridor Busway,” urai Jokowi.
Jokowi juga berencana menghadirkan Mass Rapid Transit (MRT), penataan trayek, pembangunan RSUD Jakarta Selatan, peningkatan pelayanan pendidikan, pembangunan rumah susun, penataan kampung, penambahan ruang terbuka hijau (RTH), peningkatan pengelolaan air limbah domestik, pengembangan cagar budaya, peningkatan sistem online, peningkatan kualitas pelayanan di kelurahan, penataan pedagang Kaki-5, dan pembangunan stadion BMW. (asp)
Sumber: VIVA
0 komentar:
Posting Komentar